Senin, 22 Juni 2009
TUGAS 7
Buatlah karya tulis editor yang berisi tentang Aplikasi Pengolahan Citra, terutama Image Retrieval, Pengenalan Angka dan Huruf, dan Deteksi Warna Kulit. Diposting pada blog masing-masing, kemudian cantumkan link-nya pada komentar dibawah ini, dengan memasukkan nomor dan nama. Ditunggu paling lambat tanggal 7 Juli 2009.
Aplikasi Pengolahan Citra
Image retrieval
Ada dua cara yang dapat dilakukan dalam pengambilan kembali suatu image atau image retrieval
a. context-based adalah pengambilan data dengan merujuk pada kandungan semantik berkaitan dengan image, biasanya berhubungan dengan deskripsi image misalnya keyword dari image.
b. content-based adalah pengambilan data dengan merujuk pada fitur image seperti warna, tekstur, bentuk, atau kombinasi atau yang biasa desebut dengan Content Based Image Retrieval (CBIR).
"Content-based" berarti pencarian yang sebenarnya akan menganalisa isi gambar. The term 'content' in this context might refer to colors, shapes, textures, or any other information that can be derived from the image itself. Istilah 'konten' dalam konteks ini mungkin merujuk pada warna, bentuk, textures, atau informasi lain yang dapat berasal dari gambar itu sendiri. Without the ability to examine image content, searches must rely on metadata such as captions or keywords, which may be laborious or expensive to produce. Tanpa kemampuan untuk memeriksa konten gambar, pencarian harus bergantung pada metadata seperti keterangan atau kata kunci, yang mungkin sulit atau mahal untuk memproduksi.
Pada perkembangannya teknik context based menjadi tidak praktis dikarenakan adanya ukuran basis data yang besar dan penilaian subjektif dalam mengartikan image dengan text. Untuk menghindari teknik ini, maka digunakan pendekatan lain dalam image retrieval yaitu content based.CBIR adalah salah satu metodologi untuk pemanggilan kembali data image berdasarkan content sebuah image. Teknik CBIR yang banyak digunakan adalah teknik warna, teknik tekstur, dan teknik bentuk. Pada sistem CBIR, content visual dari image akan diekstraksi dan diuraikan menggunakan metode pengekstrakan ciri. Untuk mendapatkan kembali image, user menginputkan query image. Kemudian sistem akan mengekstrak image tersebut sehingga menghasilkan fitur ciri image. Fitur ciri image query dan image dalam database akan dicari similaritynya. Image yang memiliki nilai similarity yang paling tinggi akan muncul diurutan teratas. Gambar dibawah ini memperlihatkan bentuk umum sistem CBIR. Pada image tersebut terdapat dua jalur utama yaitu query dan database. Pada kedua lajur tersebut terdapat visual content description yang akan digunakan untuk proses similarity comparison, indexing dan retrieval.
Sejarah
Istilah CBIR tampaknya ada berasal pada tahun 1992, ketika digunakan oleh T. Kato untuk menjelaskan percobaan otomatis menjadi media foto dari database, berdasarkan warna dan bentuk hadir. Since then, the term has been used to describe the process of retrieving desired images from a large collection on the basis of syntactical image features. Sejak itu, istilah ini telah digunakan untuk menjelaskan proses pengambilan gambar yang besar dari koleksi berdasarkan berhubung dgn sintaksis gambar fitur. The techniques, tools and algorithms that are used originate from fields such as statistics, pattern recognition, signal processing, and computer vision. Teknik, alat-alat dan algoritma yang digunakan berasal dari bidang seperti statistik, pengenalan pola, pemrosesan sinyal, dan visi komputer.
[1] Institut Teknologi Telkom: Content Based Image Retrieval (CBIR)
[2] Wikipedia: Image Retreival
[3] Murinto dkk: Deteksi Warna Kulit Wajah
Senin, 15 Juni 2009
Thinning dan Skeletoning
Pada dasarnya, proses skeletonizing dapat disamakan dengan proses thinning. Ada beberapa sumber yang menyamakan kedua istilah tersebut. Sementara beberapa sumber yang lainnya menyatakan bahwa thinning adalah salah satu metode yang dipakai dalam melakukan skeletonizing (thinning adalah bagian dari skeletonizing). Akan tetapi—untuk mempermudah pembahasan—maka pada makalah ini, kami menggunakan persepsi bahwa arti istilah “skeletonizing” adalah sama dengan istilah “thinning” untuk melakukan pembahasan mengenai topik “thinning” ini.
Skeletonizing—untuk selanjutnya akan digunakan istilah “thinning”—merupakan salah satu pemrosesan citra (image processing) yang digunakan untuk hal berikut.
a. Mengurangi suatu daerah (region) menjadi suatu grafik/ kurva dengan memperoleh kerangka (skeleton) dari daerah tersebut. Dengan demikian, image tersebut ditransformasikan menjadi bentuk struktural.
b. Mengurangi suatu daerah yang tebal atau bergumpal menjadi unit-unit dengan pixel-pixel tunggal. Dengan demikian, image tersebut ditransformasikan menjadi garis-garis pixel.
Kedua butir di atas (a dan b) sebenarnya memiliki inti yang sama, yang secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut:
Thinning merupakan salah satu image processing yang digunakan untuk mengurangi ukuran dari suatu image (image size) dengan tetap mempertahankan informasi dan karakteristik penting dari image tersebut. Hal ini diimplementasikan dengan mengubah image awal dengan pola binary menjadi representasi kerangka (skeletal representation) image tersebut.
Thinning merupakan tahapan yang penting dalam proses image processing. Hal ini dikarenakan prosedur thinning memainkan peranan yang penting dalam suatu ruang lingkup yang luas dari masalah yang timbul dalam image processing. Ruang lingkup tersebut dapat bermula dari pengawasan otomatis dari sirkuit yang dicetak sampai pada penghitungan serat-serat asbes dalam penyaring udara.
Representasi kerangka dari suatu image—hasil dari proses thinning—memiliki sejumlah sifat dan ciri-ciri yang bermanfaat, diantaranya ukurannya yang kecil (karena pengurangan jumlah data dalam jumlah yang besar) dan pertahanan komponen struktur utama dari pola tersebut (komponen-komponen tersebut dapat digunakan pada saat penganalisaan bentuk).
Metodologi Image-Thinning
Metodologi dari thinning diartikan sebagai algoritma-algoritma atau prosedur-prosedur yang dapat digunakan untuk melakukan proses thinning tersebut. Suatu metode (algoritma/ prosedur) thinning yang baik seharusnya melindungi dan mempertahankan topologi, panjang, dan orientasi dari image yang di-thinning. Sementara itu, hasil proses thinning (skeletal representation) seharusnya mampu merepresentasikan fitur-fitur utama seperti penggabungan, pojok (sudut), dan titik akhir.
Secara umum, image-thinning berguna untuk mengurangi tresholded citra output yang dihasilkan dari edge detector, menjadi garis dengan ukuran ketebalan satu pixel saja. Untuk mewujudkan kegunaan ini, terdapat algoritma sederhana yang dapat diaplikasikan, yakni sebagai berikut:
Umpamakan semua piksel pada batas-batas daerah foreground (contohnya titik-titik pada foreground hanya memiliki satu background neighbour. Hapus semua titik yang memiliki foreground neighbour lebih dari satu. Lakukan berulang-ulang sampai konvergen.
Atau dengan rumus sederhana: thin (i, j) = i – hit -dan-miss (i, j)
Algoritma ini tidak bisa memberikan efek pada pixel-pixel di akhir garis. Cara ini dapat disempurnakan dengan cara melakukan hit-dan-miss dengan struktur elemen yang dirotasikan 900.
Namun, selain dari algoritma sederhana di atas, masih terdapat beberapa jenis metodologi dari image-thinning yang diklasifikasikan sebagai berikut:
a. berdasarkan tipe image yang akan dilakukan proses thinning.
1. Binary Image Algorithm
2. Gray-scale Image Algorithm
b. berdasarkan unsur-unsur image yang dipertimbangkan untuk melakukan proses thinning.
1. Local Algorithm
2. Non-local Algorithm
c. berdasarkan algortima matematika yang diterapkan dan hasil proses thinning yang dihasilkan.
1. Stentiford thinning Algorithm
2. Zhang Suen thinning Algorithm
3. Simple Edge Detection thinning Algorithm
4. Canny Edge Detection thinning Algorithm
5. Combination
Dari tiga klassifikasi di atas, kami lebih menekankan proses thinning dengan metodologi berdasarkan tipe image (yakni Binary Image Algorithm dan Gray-scale Image Algorithm). Oleh karena itu, dalam makalah ini, kami akan membahas lebih mendetil mengenai kedua algoritma tersebut. Selain itu, kami juga akan memperlihatkan hasil proses thinning suatu image dengan mengimplementasikan kedua algoritma tersebut.
Adapun penjelasan dari tiap klasifikasi metodologi di atas adalah sebagai berikut:
A. Berdasarkan tipe image yang akan dilakukan proses thinning.
Binary Image Algorithm
Seperti halnya operator morfologi lainnya, operasi thinning dipengaruhi oleh suatu struktur elemen. Struktur elemen biner yang digunakan dalam thinning adalah transformasi hit-dan-miss. (Mengenai struktur elemen dan transformasi hit-dan-miss akan dibahas pada bagian berikutnya).
Proses thinning dari suatu image i, dengan struktur elemen j, adalah:
thin (i, j) = i – hit -dan-miss (i, j)
dimana subtraksi (pengurangan) yang dilakukan disini adalah substraksi logik yang didefinisikan sebagai X-Y = X NOT Y
Gray-scale Image Algorithm
Gray-scale Thinning Algorithm diimplementasikan berdasarkan analisa binary image. Hal ini menyatakan bahwa untuk melakukan proses thinning pada gray-scale image, hal pertama yang harus dilakukan adalah meng-convert gray-scale image tersebut menjadi binary image terlebih dahulu. Proses ini dikenal dengan proses theresholding. Setelah itu, baru dapat dilakukan proses thinning sama seperti proses thinning pada binary image yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Dengan demikian:
gray-scale image algorithm
= (gray-scale image convert to binary image--theresholding) +
binary image algorithm
Dengan pendekatan ini (theresholding), algoritma penerapan thinning pada sebuah citra gray-scale menjadi tidak jauh berbeda dengan penerapannya pada citra biner. Yang membedakan keduanya hanyalah adanya proses thresholding pada tahap awal thinning untuk terlebih dahulu mengubah citra gray-scale tersebut menjadi sebuah citra biner.
Pada proses thresholding, ditetapkan suatu nilai batas / ambang, dimana elemen-elemen (piksel) pada citra yang nilainya lebih kecil daripada nilai batas tersebut ‘dimatikan’, dan elemen-elemen lainnya dianggap ‘menyala’, dan keduanya diubah nilainya sesuai statusnya (seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya, kedua status ini hanya memiliki dua kemungkinan nilai, yaitu 0 atau 1).
Proses ini juga diterapkan dalam proses thinning citra berwarna, dengan terlebih dahulu mengubah citra berwarna (RGB) tersebut menjadi citra gray-scale. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengganti nilai setiap elemen dari citra berwarna dengan nilai rata-rata komponen merah, hijau, dan biru dari elemen tersebut.
Prinsip algoritma gray-scale thinning:
Kebanyakan gray-scale thinning algorithm dibangun untuk meng-extract objek dan menipiskannya untuk memisahkan dari image background. Berikut adalah algoritma thinning untuk gray-scale image:
Pustaka:
[1] Tugas Kelompok 6
[2] Andreas Nataniel dkk: Algoritma Thinning dan Penjelasannya
[3] A Thinning Algorithm
[4] A Skeletonization Algorithm
Skeletonizing—untuk selanjutnya akan digunakan istilah “thinning”—merupakan salah satu pemrosesan citra (image processing) yang digunakan untuk hal berikut.
a. Mengurangi suatu daerah (region) menjadi suatu grafik/ kurva dengan memperoleh kerangka (skeleton) dari daerah tersebut. Dengan demikian, image tersebut ditransformasikan menjadi bentuk struktural.
b. Mengurangi suatu daerah yang tebal atau bergumpal menjadi unit-unit dengan pixel-pixel tunggal. Dengan demikian, image tersebut ditransformasikan menjadi garis-garis pixel.
Kedua butir di atas (a dan b) sebenarnya memiliki inti yang sama, yang secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut:
Thinning merupakan salah satu image processing yang digunakan untuk mengurangi ukuran dari suatu image (image size) dengan tetap mempertahankan informasi dan karakteristik penting dari image tersebut. Hal ini diimplementasikan dengan mengubah image awal dengan pola binary menjadi representasi kerangka (skeletal representation) image tersebut.
Thinning merupakan tahapan yang penting dalam proses image processing. Hal ini dikarenakan prosedur thinning memainkan peranan yang penting dalam suatu ruang lingkup yang luas dari masalah yang timbul dalam image processing. Ruang lingkup tersebut dapat bermula dari pengawasan otomatis dari sirkuit yang dicetak sampai pada penghitungan serat-serat asbes dalam penyaring udara.
Representasi kerangka dari suatu image—hasil dari proses thinning—memiliki sejumlah sifat dan ciri-ciri yang bermanfaat, diantaranya ukurannya yang kecil (karena pengurangan jumlah data dalam jumlah yang besar) dan pertahanan komponen struktur utama dari pola tersebut (komponen-komponen tersebut dapat digunakan pada saat penganalisaan bentuk).
Metodologi Image-Thinning
Metodologi dari thinning diartikan sebagai algoritma-algoritma atau prosedur-prosedur yang dapat digunakan untuk melakukan proses thinning tersebut. Suatu metode (algoritma/ prosedur) thinning yang baik seharusnya melindungi dan mempertahankan topologi, panjang, dan orientasi dari image yang di-thinning. Sementara itu, hasil proses thinning (skeletal representation) seharusnya mampu merepresentasikan fitur-fitur utama seperti penggabungan, pojok (sudut), dan titik akhir.
Secara umum, image-thinning berguna untuk mengurangi tresholded citra output yang dihasilkan dari edge detector, menjadi garis dengan ukuran ketebalan satu pixel saja. Untuk mewujudkan kegunaan ini, terdapat algoritma sederhana yang dapat diaplikasikan, yakni sebagai berikut:
Umpamakan semua piksel pada batas-batas daerah foreground (contohnya titik-titik pada foreground hanya memiliki satu background neighbour. Hapus semua titik yang memiliki foreground neighbour lebih dari satu. Lakukan berulang-ulang sampai konvergen.
Atau dengan rumus sederhana: thin (i, j) = i – hit -dan-miss (i, j)
Algoritma ini tidak bisa memberikan efek pada pixel-pixel di akhir garis. Cara ini dapat disempurnakan dengan cara melakukan hit-dan-miss dengan struktur elemen yang dirotasikan 900.
Namun, selain dari algoritma sederhana di atas, masih terdapat beberapa jenis metodologi dari image-thinning yang diklasifikasikan sebagai berikut:
a. berdasarkan tipe image yang akan dilakukan proses thinning.
1. Binary Image Algorithm
2. Gray-scale Image Algorithm
b. berdasarkan unsur-unsur image yang dipertimbangkan untuk melakukan proses thinning.
1. Local Algorithm
2. Non-local Algorithm
c. berdasarkan algortima matematika yang diterapkan dan hasil proses thinning yang dihasilkan.
1. Stentiford thinning Algorithm
2. Zhang Suen thinning Algorithm
3. Simple Edge Detection thinning Algorithm
4. Canny Edge Detection thinning Algorithm
5. Combination
Dari tiga klassifikasi di atas, kami lebih menekankan proses thinning dengan metodologi berdasarkan tipe image (yakni Binary Image Algorithm dan Gray-scale Image Algorithm). Oleh karena itu, dalam makalah ini, kami akan membahas lebih mendetil mengenai kedua algoritma tersebut. Selain itu, kami juga akan memperlihatkan hasil proses thinning suatu image dengan mengimplementasikan kedua algoritma tersebut.
Adapun penjelasan dari tiap klasifikasi metodologi di atas adalah sebagai berikut:
A. Berdasarkan tipe image yang akan dilakukan proses thinning.
Binary Image Algorithm
Seperti halnya operator morfologi lainnya, operasi thinning dipengaruhi oleh suatu struktur elemen. Struktur elemen biner yang digunakan dalam thinning adalah transformasi hit-dan-miss. (Mengenai struktur elemen dan transformasi hit-dan-miss akan dibahas pada bagian berikutnya).
Proses thinning dari suatu image i, dengan struktur elemen j, adalah:
thin (i, j) = i – hit -dan-miss (i, j)
dimana subtraksi (pengurangan) yang dilakukan disini adalah substraksi logik yang didefinisikan sebagai X-Y = X NOT Y
Gray-scale Image Algorithm
Gray-scale Thinning Algorithm diimplementasikan berdasarkan analisa binary image. Hal ini menyatakan bahwa untuk melakukan proses thinning pada gray-scale image, hal pertama yang harus dilakukan adalah meng-convert gray-scale image tersebut menjadi binary image terlebih dahulu. Proses ini dikenal dengan proses theresholding. Setelah itu, baru dapat dilakukan proses thinning sama seperti proses thinning pada binary image yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Dengan demikian:
gray-scale image algorithm
= (gray-scale image convert to binary image--theresholding) +
binary image algorithm
Dengan pendekatan ini (theresholding), algoritma penerapan thinning pada sebuah citra gray-scale menjadi tidak jauh berbeda dengan penerapannya pada citra biner. Yang membedakan keduanya hanyalah adanya proses thresholding pada tahap awal thinning untuk terlebih dahulu mengubah citra gray-scale tersebut menjadi sebuah citra biner.
Pada proses thresholding, ditetapkan suatu nilai batas / ambang, dimana elemen-elemen (piksel) pada citra yang nilainya lebih kecil daripada nilai batas tersebut ‘dimatikan’, dan elemen-elemen lainnya dianggap ‘menyala’, dan keduanya diubah nilainya sesuai statusnya (seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya, kedua status ini hanya memiliki dua kemungkinan nilai, yaitu 0 atau 1).
Proses ini juga diterapkan dalam proses thinning citra berwarna, dengan terlebih dahulu mengubah citra berwarna (RGB) tersebut menjadi citra gray-scale. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengganti nilai setiap elemen dari citra berwarna dengan nilai rata-rata komponen merah, hijau, dan biru dari elemen tersebut.
Prinsip algoritma gray-scale thinning:
Kebanyakan gray-scale thinning algorithm dibangun untuk meng-extract objek dan menipiskannya untuk memisahkan dari image background. Berikut adalah algoritma thinning untuk gray-scale image:
Pustaka:
[1] Tugas Kelompok 6
[2] Andreas Nataniel dkk: Algoritma Thinning dan Penjelasannya
[3] A Thinning Algorithm
[4] A Skeletonization Algorithm
Senin, 08 Juni 2009
TUGAS 5
Buatlah program untuk mengenali angka dari 0 sampai 9, menggunakan metode histogram proyeksi.
Histogram Proyeksi
Proyeksi didefinisikan di sini sebagai suatu operasi yang biner gambar peta yang menjadi satu-dimensi array disebut histogram atau proyeksi profil. Nilai-nilai dari histogram adalah jumlah dari pixel hitam sepanjang arah tertentu. Dua jenis histograms ditentukan. Mereka adalah di 0-derajat (horizontal proyeksi histogram) dan 90 derajat (vertikal proyeksi histogram) dengan melihat pada sumbu horisontal y.
Suatu horisontal proyeksi histogram h (x) dari gambar biner ƒ (x, y) adalah jumlah pixel hitam diproyeksikan ke sumbu vertikal x. Suatu Vertikal proyeksi histogram v (y) dari gambar biner ƒ (x, y) adalah jumlah pixel hitam diproyeksikan ke horisontal sumbu y. Vertikal dan horisontal pada proyeksi histograms dari angka 2 adalah sebagai contoh ditampilkan pada gambar.
TUGAS
Buatlah program untuk mengenali angka dari 0 sampai 9, menggunakan metode histogram proyeksi.
Pustaka:
[1] Daniel X. Le, George R. Thoma: Automated portrait/landscape mode detection on a binary image
[2] PA - DIAN WULAN RAMADHANI: PEMBUATAN VIDEO PANORAMA DENGAN MENGGUNAKAN IMAGE MOSAIC DAN TRANSFORMASI EPIPOLAR
Rabu, 27 Mei 2009
TUGAS 4
Buatlah program untuk menghilangkan latar belakang dari suatu image sederhana yang terdiri dari obyek (kotak, lingkaran dan segitiga) dan latar belakang dengan beda warna yang berbeda.
Thresholding
Thresholding adalah metode sederhana gambar segmentasi. Dari grayscale gambar, thresholding dapat digunakan untuk membuat gambar biner (Shapiro, dkk. 2001:83).
Selama proses thresholding, setiap pixel dalam foto ditandai sebagai "objek" pixel jika nilai mereka adalah lebih besar dibandingkan nilai ambang (asumsi obyek menjadi lebih terang daripada latar belakang) dan sebagai "latar belakang" pixel lain. Konvensi ini dikenal sebagai ambang di atas. Varian termasuk di bawah ambang batas yang berlawanan dari ambang di atas, di dalam batas, dimana piksel yang berlabel "obyek" jika ada di antara dua nilai thresholds; dan di luar batas, yang merupakan kebalikan dari dalam ambang (Shapiro, dkk. 2001: 83). Biasanya, obyek piksel diberi nilai "1" sedangkan piksel latar belakang diberi nilai "0." Akhirnya, biner gambar yang dibuat oleh setiap piksel warna putih atau hitam, tergantung pada pixel labelnya. [1]
TUGAS:
Buatlah program untuk menghilangkan latar belakang dari suatu image sederhana yang terdiri dari obyek (kotak, lingkaran dan segitiga) dan latar belakang dengan beda warna yang berbeda.
Pustaka:
[1] Wikipedia: Thresholding (image processing)
[2] Basic Global Thresholding
Selasa, 19 Mei 2009
TUGAS 2
Buatlah program untuk menghitung dan menampilkan jumlah warna pada suatu image. Buatlah interface dengan 2 jendela dan dua tombol, satu tombol untuk membuka file image dan tombol kedua untuk memulai proses perhitungan dan menampilkan grafik histogram warna, posisi jendela dan tombol dapat diatur sendiri dan apabila ada obyek tambahan dapat ditambahkan sesuai dengan keperluan.
Silahkan mengisi komentar dengan NRP, nama, dan alamat dimana program disimpan, program yang dikumpulkan (diposting) hanya program utamanya saja, dan diposting pada blog masing-masing. Paling lambat minggu depan (25 Mei 2009), program sudah diposting.
Silahkan mengisi komentar dengan NRP, nama, dan alamat dimana program disimpan, program yang dikumpulkan (diposting) hanya program utamanya saja, dan diposting pada blog masing-masing. Paling lambat minggu depan (25 Mei 2009), program sudah diposting.
Senin, 18 Mei 2009
Histogram Warna
Histogram adalah kunci untuk mengerti image digital. Sebagai ilustrasi, pada contoh dibawah diperlihatkan 40 tile scene yang terdiri dari 4 warna, kemudian masing-masing warna disusun bertumpuk sesuai banyaknya warna. Makin banyak jumlah suatu warna, makin makin tinggi susunannya secara vertikal. Histogram adalah grafik yang menampilkan distribusi warna dari sebuah scene sesuai dengan jumlah masing-masing warna. Histogram sangat erat kaitannya dengan kemampuan dynamic range dari sebuah kamera. [1]
TUGAS:
Buatlah program untuk menghitung dan menampilkan jumlah warna pada suatu image. Buatlah interface dengan 2 jendela dan dua tombol, satu tombol untuk membuka file image dan tombol kedua untuk memulai proses perhitungan dan menampilkan grafik histogram warna, posisi jendela dan tombol dapat diatur sendiri dan apabila ada obyek tambahan dapat ditambahkan sesuai dengan keperluan.
Pustaka:
[1] Digital Imaging - Histogram
Selasa, 12 Mei 2009
Format Warna
Gambar (Digital) adalah sekumpulan titik yang disusun dalam bentuk matriks, dan nilainya menyatakan suatu derajat kecerahan (derajat keabuan/gray-scale). Derajat keabuan 8 bit menyatakan 256 derajat kecerahan.
Pada gambar berwarna nilai setiap titiknya adalah nilai derajat keabuan pada setiap kompoen warna RGB. Bila masing-masing komponen R,G dan B mempunyai 8 bit, maka satu titik dinyatakan dengan (8+8+8)=24 bit atau 224 derajat keabuan
Format RGB
• Format RGB (Red, Green & Blue) adalah format dasar yang digunakan oleh banyak peralatan elektronik seperti monitor, LCD atau TV untuk menampilkan sebuah gambar.
• Pada format RGB, suatu warna didefinisikan sebagai kombinasi (campuran) dari komponen warna R, G dan B.
TUGAS:
Membuat suatu project transparan dua citra dengan melakukan proses deteksi warna dengan menggunakan static detection dan distance detection:
Pustaka:
[1] Riyanto Sigit: Color Detection
Pada gambar berwarna nilai setiap titiknya adalah nilai derajat keabuan pada setiap kompoen warna RGB. Bila masing-masing komponen R,G dan B mempunyai 8 bit, maka satu titik dinyatakan dengan (8+8+8)=24 bit atau 224 derajat keabuan
Format RGB
• Format RGB (Red, Green & Blue) adalah format dasar yang digunakan oleh banyak peralatan elektronik seperti monitor, LCD atau TV untuk menampilkan sebuah gambar.
• Pada format RGB, suatu warna didefinisikan sebagai kombinasi (campuran) dari komponen warna R, G dan B.
TUGAS:
Membuat suatu project transparan dua citra dengan melakukan proses deteksi warna dengan menggunakan static detection dan distance detection:
Pustaka:
[1] Riyanto Sigit: Color Detection
Kamis, 07 Mei 2009
Tugas 1
Buatlah program untuk mengimplementasikan semua metode yang ada baik first-order dan second-order menggunakan visual C++, buatlah tampilan interface dengan dua jendela, dimana jendela pertama untuk menampilkan citra asli sedangkan jendela kedua digunakan untuk menampilkan citra hasil. Modifikasilah tampilan interface sehingga menjadi 7 jendela dapat ditampilkan sekaligus, dan dibawah masing-masing jendela terdapat tombol guna mengaktifkan masing-masing metode.
Copy-kan jawaban program "utama" saudara pada blog saudara masing-masing, kemudian silahkan mengisi komentar sebagai tanda kehadiran (pada posting ini), dengan menyebutkan nama dan nrp, saat jadwal perkuliahan dimulai setiap minggunya.
Copy-kan jawaban program "utama" saudara pada blog saudara masing-masing, kemudian silahkan mengisi komentar sebagai tanda kehadiran (pada posting ini), dengan menyebutkan nama dan nrp, saat jadwal perkuliahan dimulai setiap minggunya.
Senin, 04 Mei 2009
Deteksi Tepi (Edge Detection)
Deteksi tepi (Edge Detection) pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra, tujuannya adalah :
• Untuk menandai bagian yang menjadi detail citra
• Untuk memperbaiki detail dari citra yang kabur, yang terjadi karena error atau adanya efek dari proses akuisisi citra
Suatu titik (x,y) dikatakan sebagai tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangganya. Gambar
berikut ini meng-gambarkan bagaimana tepi suatu gambar diperoleh. [1]
Ada dua metode untuk dapat mendeteksi tepi yaitu:
1. Metode First-Order Derivative Edge Detection
2. Metode Second-Order Derivative Edge Detection
Sedangkan yang termasuk metode pertama (first-order) adalah:
1. The Roberts operators,
2. The Prewitt operators,
3. The Sobel operators,
4. First-Order of Gausssian(FDOG).
dan yang termasuk metode kedua (second-order) adalah:
1. Laplacian,
2. Canny. [2][3]
TUGAS:
Buatlah program untuk mengimplementasikan semua metode yang ada baik first-order dan second-order menggunakan visual C++, buatlah tampilan interface dengan dua jendela, dimana jendela pertama untuk menampilkan citra asli sedangkan jendela kedua digunakan untuk menampilkan citra hasil. Modifikasilah tampilan interface sehingga menjadi 7 jendela dapat ditampilkan sekaligus, dan dibawah masing-masing jendela terdapat tombol guna mengaktifkan masing-masing metode.
Pustaka:
[1] Riyanto Sigit: Deteksi Tepi - Modul Praktikum
[2] Zhou Wang: Edge Detection
[3] Yeni Herdiyeni: Edge Detection
Senin, 06 April 2009
Histogram Equalization
Kontras atau intensitas dari suatu citra digital dapat diratakan atau disamakan sehingga jumlah derajad keabuan membentuk grafik histogram dengan distribusi normal, dengan kata lain bahwa jumlah derajat keabuan gelap (0-100) akan seimbang dengan derajat terang (150-255) dan mempunyai banyak jumlah derajat keabuan menengah (100-150).
Contoh: Pandang suatu citra digital mempunyai 64 x 64=4096 piksel yang mempunyai 8 tingkat keabuan. Maka contoh proses histogram equalisasinya adalah seperti dibawah ini:
Pustaka:
[1] Histogram equalization - Wikipedia
[2] Histogram/Normalized Histogram in C#
[3] Histogram Equalization
Contoh: Pandang suatu citra digital mempunyai 64 x 64=4096 piksel yang mempunyai 8 tingkat keabuan. Maka contoh proses histogram equalisasinya adalah seperti dibawah ini:
Pustaka:
[1] Histogram equalization - Wikipedia
[2] Histogram/Normalized Histogram in C#
[3] Histogram Equalization
Senin, 16 Maret 2009
Transformasi Derajat Keabuan
Binerisasi
Proses mengolah citra grayscale/warna menjadi citra biner. Citra biner adalah mempunyai citra yang hanya mempunyai piksel dua kemungkinan nilai intensitas. Biasanya ditampilkan sebagai hitam dan putih. Bila dinyatakan dengan angka, maka 0 untuk hitam, dan 1 atau 255 untuk putih. [1]
Transformasi Spasial
Citra digital dapat dipandang sebagai fungsi spasial yaitu F(x,y), dimana F adalah menyatakan derajat keabuan (grayscale), transformasi sederhana terhadap fungsi tersebut dapat dilakukan minimal 1 titik terhadap titik tetangganya, dan kemudian titik-titik tetanga yang lainnya. Proses transformasi dapat diformulasikan seperti berikut ini:
G(x,y)=T[F(x,y)]
dimana G(x,y) adalah hasil dari transformasi spasial. [2]
Inversi
Inversi citra adalah proses negatif pada citra, misalkan pada photo, dimana setiap nilai citra dibalik dengan acuan threshold yang diberikan. Proses ini banyak digunakan pada citra-citra medis seperti USG dan X-Ray. Untuk citra dengan derajat keabuan 256, proses inversi citra didefinisikan dengan:
xn = 255 - x [3],[4],[5]
Brightness
brightness merupakan atribut persepsi visual dalam sebuah sumber yang nampaknya mencerminkan radiasi atau cahaya. Dengan kata lain, kecerahan adalah diperoleh persepsi cahaya dari target visual. [6]
Kontras
kontras adalah perbedaan dalam suatu citra yaitu beda antara obyek dan latar belakang. Dalam tampilan dunia nyata, kontras ditentukan oleh perbedaan warna dan kecerahan obyek dan objek lainnya yang sama pada bidang pandangan. [7]
Auto level
auto level
Pustaka:
[1] Wikipedia: Binary Image
[2] Materi Pengolahan Citra Digital (Bab 3)
[3] Transformasi Tingkat Keabuan
[4] Inversi Citra
[5] Inversi Citra
[6] Wikipedia: Brightness
[7] Wikipedia: Contrast
Proses mengolah citra grayscale/warna menjadi citra biner. Citra biner adalah mempunyai citra yang hanya mempunyai piksel dua kemungkinan nilai intensitas. Biasanya ditampilkan sebagai hitam dan putih. Bila dinyatakan dengan angka, maka 0 untuk hitam, dan 1 atau 255 untuk putih. [1]
Transformasi Spasial
Citra digital dapat dipandang sebagai fungsi spasial yaitu F(x,y), dimana F adalah menyatakan derajat keabuan (grayscale), transformasi sederhana terhadap fungsi tersebut dapat dilakukan minimal 1 titik terhadap titik tetangganya, dan kemudian titik-titik tetanga yang lainnya. Proses transformasi dapat diformulasikan seperti berikut ini:
G(x,y)=T[F(x,y)]
dimana G(x,y) adalah hasil dari transformasi spasial. [2]
Inversi
Inversi citra adalah proses negatif pada citra, misalkan pada photo, dimana setiap nilai citra dibalik dengan acuan threshold yang diberikan. Proses ini banyak digunakan pada citra-citra medis seperti USG dan X-Ray. Untuk citra dengan derajat keabuan 256, proses inversi citra didefinisikan dengan:
xn = 255 - x [3],[4],[5]
Brightness
brightness merupakan atribut persepsi visual dalam sebuah sumber yang nampaknya mencerminkan radiasi atau cahaya. Dengan kata lain, kecerahan adalah diperoleh persepsi cahaya dari target visual. [6]
Kontras
kontras adalah perbedaan dalam suatu citra yaitu beda antara obyek dan latar belakang. Dalam tampilan dunia nyata, kontras ditentukan oleh perbedaan warna dan kecerahan obyek dan objek lainnya yang sama pada bidang pandangan. [7]
Auto level
auto level
Pustaka:
[1] Wikipedia: Binary Image
[2] Materi Pengolahan Citra Digital (Bab 3)
[3] Transformasi Tingkat Keabuan
[4] Inversi Citra
[5] Inversi Citra
[6] Wikipedia: Brightness
[7] Wikipedia: Contrast
Format Citra
Citra Berwarna
Adanya RGB (Red, Green, Blue) adalah berasal dari persepsi warna kita sendiri, karena mata manusia yang peka terhadap warna merah, hijau dan biru. Kamera dan Scanners mengambil warna dengan sensor yang merekam beragam intensitas merah, hijau dan biru pada setiap pixel dalam bingkai lokasi. Untuk menampilkan layar, merah, hijau dan biru piksel (titik) yang energized intensitas yang sesuai. Saat ketiga piksel dinyalakan maksimum, akan menghasilkan warna putih. Warna dasar layar akan muncul setelah semua pixel tidak aktif. [1]
RGB tidak dapat digunakan untuk warna tinta printer, sehingga untuk tinta printer harus menggunakan warna CMYK (Cyan, Magenta, Yellow, blacK).
Citra Grayscale
Suatu istilah untuk menyebutkan satu citra yang memiliki warna abu-abu, hitam dan putih. [2]
Citra Biner
Citra yang paling dasar/ sederhana adalah citra biner, karena hanya terdiri dari dua warna saja, yaitu hitam dan putih, tidak mengenal adanya derajat keabuan (grayscale).
Pustaka:
[1] RGB
[2] Grayscale
Selasa, 10 Maret 2009
Apa "Digital Image" itu?
Sebelum melangkah lebih jauh tentang Pengolahan Citra Digital, maka lebih baik mengerti dulu dasar-dasar tentang Digital Image, yang dimaksud dengan Digital Image adalah suatu matriks yang terdiri dari urutan titik-titik (pixel: picture elements) yang diatur dalam baris dan kolom. Seperti terlihat pada gambar dibawah ini. [1]
Jumlah bit-bit yang ada pada pixel menentukan banyaknya warna atau tingkat keabuan yang ditampilkan. Contohnya, pada 8-bit mode warna maka akan dapat menampilkan 256 warna yang berlainan, yaitu dihitung dari 2^8 = 256 warna atau tingkat keabuan. [2]
Bit depth adalah sejumlah bit pada pixel. Disebut juga color depth dan pixel depth, bit depth menentukan jumlah maksimum warna yang dapat ditampilkan pada satu saat. True Color (16M warna) diperlukan untuk citra dan video yang photorealistik. Umumnya display adapter sekarang mendukung 65K dan 16M warna pada resolusi tertinggi tanpa kehilangan performa saat membuat (rendering) suatu citra. [5]
Citra (image) : bisa didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi f(x,y) di mana x dan y adalah koordinat spasial dan amplitudo f pada setiap pasang (x,y) disebut intensitas (gray level) citra pada titik tersebut. [6]
Pustaka:
[1] GDI+ Accessories: The Color
[2] Pixel: webopedia.com
[3] EXPERIMENTS IN HUMAN VISUAL PERCEPTION
[4] Chapter 2 Fundamental Aspects
[5] pixel : thefreedictionary.com
[6] Dyah Chantique
Jumlah bit-bit yang ada pada pixel menentukan banyaknya warna atau tingkat keabuan yang ditampilkan. Contohnya, pada 8-bit mode warna maka akan dapat menampilkan 256 warna yang berlainan, yaitu dihitung dari 2^8 = 256 warna atau tingkat keabuan. [2]
Bit depth adalah sejumlah bit pada pixel. Disebut juga color depth dan pixel depth, bit depth menentukan jumlah maksimum warna yang dapat ditampilkan pada satu saat. True Color (16M warna) diperlukan untuk citra dan video yang photorealistik. Umumnya display adapter sekarang mendukung 65K dan 16M warna pada resolusi tertinggi tanpa kehilangan performa saat membuat (rendering) suatu citra. [5]
Citra (image) : bisa didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi f(x,y) di mana x dan y adalah koordinat spasial dan amplitudo f pada setiap pasang (x,y) disebut intensitas (gray level) citra pada titik tersebut. [6]
Pustaka:
[1] GDI+ Accessories: The Color
[2] Pixel: webopedia.com
[3] EXPERIMENTS IN HUMAN VISUAL PERCEPTION
[4] Chapter 2 Fundamental Aspects
[5] pixel : thefreedictionary.com
[6] Dyah Chantique
Kamis, 05 Maret 2009
Pendahuluan
Citra digital atau juga disebut digital image adalah perwujudan dari citra dua-dimensi menggunakan kode biner (nol atau satu). Citra digital mempunyai dua bentuk yaitu vektor atau raster, bila tidak disebutkan bentuk dari citra tersebuat adalah citra raster (bitmap).
Citra raster mempunyai suatu set nilai digit yang terbatas, disebut dengan piksel (pixel = picture element).
Citra digital mempunyai sejumlah piksel yang dijatakan dalam baris dan kolom seperti halnya matriks dua dimensi.
Piksel adala bagian terkecil dari suatu citra digital, yang menyimpan nilai kuantisasi yang mewakilik kecerahan warna dari satu titik pada citra digital.
Introduction to image processing
Pengantar Pengolahan Citra Digital
Citra raster mempunyai suatu set nilai digit yang terbatas, disebut dengan piksel (pixel = picture element).
Citra digital mempunyai sejumlah piksel yang dijatakan dalam baris dan kolom seperti halnya matriks dua dimensi.
Piksel adala bagian terkecil dari suatu citra digital, yang menyimpan nilai kuantisasi yang mewakilik kecerahan warna dari satu titik pada citra digital.
Introduction to image processing
Pengantar Pengolahan Citra Digital
Daftar Pustaka
Digital Image Processing, 3rd edition
by Rafael C. Gonzalez (Author), Richard E. Woods (Author)
Hardcover: 976 pages
Publisher: Prentice Hall; 3 edition (29 Aug 2007)
Language English
ISBN-10: 013168728X
ISBN-13: 978-0131687288
Product Dimensions: 24.1 x 18.5 x 3.8 cm
Rafael C. Gonzalez
Richard E. Woods
Publisher: Pearson Higher Education
Copyright: 2008
Format: Paper; 976 pp
ISBN-10: 013505267X
ISBN-13: 9780135052679 Help icon
Our Price: £47.99
Status: Instock
Published: 18 Aug 2008
Digital Image Processing: International Edition, 3/E
Materi Perkuliahan (UAS)
9. Deteksi Tepi
– Differensiasi Pixel
– Metode Robert
– Metode Prewitt
– Metode Sobel
10. Format Warna
– RGB
– Normalized RGB
– HSV
– YCrCb
11. Histogram Warna
– Cubic RGB
– Histogram Segmen Warna
12. Thresholding
– Segmentasi Derajat Keabuan
– Adaptive Thresholding
– Segmentasi Area
13. Histogram Proyeksi
14. Thinning dan Skeletoning
– Thinning
– Skeletoning
15. Aplikasi Pengolahan Citra
– Image Retrieval
– Pengenalan Angka
– Deteksi Kulit
16. Pengantar Computer Vision
– Differensiasi Pixel
– Metode Robert
– Metode Prewitt
– Metode Sobel
10. Format Warna
– RGB
– Normalized RGB
– HSV
– YCrCb
11. Histogram Warna
– Cubic RGB
– Histogram Segmen Warna
12. Thresholding
– Segmentasi Derajat Keabuan
– Adaptive Thresholding
– Segmentasi Area
13. Histogram Proyeksi
14. Thinning dan Skeletoning
– Thinning
– Skeletoning
15. Aplikasi Pengolahan Citra
– Image Retrieval
– Pengenalan Angka
– Deteksi Kulit
16. Pengantar Computer Vision
Materi Perkuliahan (UTS)
1. Pendahuluan
2. Format Citra
– Citra Berwarna
– Citra gray-scale
– Citra Biner
3. Transformasi Derajat Keabuan
– Binerisasi
– Transformasi Spasial
– Inversi
– Brightness
– Kontrass
– Auto level
4. Histogram
– Histogram pada citra
– Perataan histogram
5. Transformasi Fourier
– Transformasi Fourier
– DFT
– DCT
– FFT
6. Filter Pada Citra
– Konsep Filter
– Konvolusi
– Low Pass Filter
– High Pass Filter
7. Generate Noise
8. Reduksi Noise Pada Citra
– Pseudo Noise
– Filter Rata-rata
– Filter Gaussian
– Filter Median
2. Format Citra
– Citra Berwarna
– Citra gray-scale
– Citra Biner
3. Transformasi Derajat Keabuan
– Binerisasi
– Transformasi Spasial
– Inversi
– Brightness
– Kontrass
– Auto level
4. Histogram
– Histogram pada citra
– Perataan histogram
5. Transformasi Fourier
– Transformasi Fourier
– DFT
– DCT
– FFT
6. Filter Pada Citra
– Konsep Filter
– Konvolusi
– Low Pass Filter
– High Pass Filter
7. Generate Noise
8. Reduksi Noise Pada Citra
– Pseudo Noise
– Filter Rata-rata
– Filter Gaussian
– Filter Median
Jadwal Perkuliahan & Penilaian
Jadwal Kuliah:
Kuliah dilaksanakan satu kali dalam seminggu selama 16 minggu.
Mahasiswa harus mengikuti mata kuliah dan minimal kehadirannya adalah 75% (12 pertemuan)
Disamping itu juga harus melakukan praktek satu kali dalam seminggu selama 8 minggu.
Prosentasi penilaian:
Teori:
1. Mengerjakan tugas (30%)
2. Mengerjakan UTS (30%)
3. Mengerjakan UAS (40%)
Praktek:
- Menulis laporan pendahuluan (10%)
- Mengumpulkan semua laporan praktek 1 minggu setelah praktek dilaksanakan (20%)
- Melakukan demo program (menunjukkan hasil praktek) (20%)
- Mengerjakan tugas UAS (50%)
Kuliah dilaksanakan satu kali dalam seminggu selama 16 minggu.
Mahasiswa harus mengikuti mata kuliah dan minimal kehadirannya adalah 75% (12 pertemuan)
Disamping itu juga harus melakukan praktek satu kali dalam seminggu selama 8 minggu.
Prosentasi penilaian:
Teori:
1. Mengerjakan tugas (30%)
2. Mengerjakan UTS (30%)
3. Mengerjakan UAS (40%)
Praktek:
- Menulis laporan pendahuluan (10%)
- Mengumpulkan semua laporan praktek 1 minggu setelah praktek dilaksanakan (20%)
- Melakukan demo program (menunjukkan hasil praktek) (20%)
- Mengerjakan tugas UAS (50%)
Langganan:
Postingan (Atom)